Pada Jum’at (18/10), Pusat Studi Psikologi Indijinus dan Budaya (CICP) menyelenggarakan Angkringan ketiga belas dengan topik “Kesehatan Jiwa Masyarakat: Perspektif Konsumen dan Aksi Komunitas”. Angkringan kali ini dilaksanakan secara hibrida, daring melalui platform Zoom dan tatap muka di Ruang D-506 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Angkringan yang membahas kesehatan mental masyarakat dengan integrasi budaya dan komunitas ini menghadirkan dua narasumber yang ahli di bidangnya.
Narasumber pertama, yaitu Mas Regisda Machdy, S.Psi., M.Sc. yang merupakan penulis buku Best Seller “Loving the Wounded Soul”. Mas Regis menceritakan pengalamannya menjadi survivor kesehatan jiwa. Beliau menjalani berbagai intervensi baik medis maupun tradisional hingga lintas budaya. Perjalanan tersebut menjadi pengalaman yang sangat bermakna dalam kehidupan Mas Regis. Salah satu dari pernyataan yang disampaikan Mas Regis adalah “Apabila sedang menghadapi masalah dan merasa memiliki isu kesehatan mental, kita tidak hanya fokus pada upaya pengobatan klinis. Perbaiki juga hubungan dengan orang lain, makhluk lain, ataupun dengan Tuhan. Kadang tidak semua orang butuh terapi, namun bisa saja hanya butuh terkoneksi dengan orang lain”.
Narasumber kedua, yaitu Mbak Aspi Kristiati, S.KM., M.A. Mbak Aspi dari Yayasan Nawakamal Mitra Semesta. Mbak Aspi sudah lama berkecimpung pada praktisi kesehatan jiwa berbasis komunitas. Menurut Mbak Aspi, lintas budaya dapat mempengaruhi perbedaan gejala kesehatan jiwa seperti perbedaan waham yang muncul pada survivor di daerah timur dan barat. Hal tersebut memerlukan perbedaan intervensi sesuai dengan budaya setempat. Dengan demikian, sebelum memberikan edukasi kesehatan mental pada masyarakat, praktisi perlu mengetahui dan melibatkan tokoh-tokoh yang dipercayai oleh masyarakat di wilayah tersebut. Tokoh-tokoh yang dimaksud seperti masyarakat dukun, ulama, mempercayai romo/pater, pendeta, dan lainnya.
Sebagai penutup dari Mbak Aspi, beliau mengatakan bahwa “Pentingnya kolaborasi akademisi, peran masyarakat, dan praktisi dalam upaya menjaga kesehatan jiwa. Akademisi tidak hanya memenuhi tugas penelitian dan kebutuhan pribadi, namun dapat memberikan implementasi pada masyarakat dan memberikan evaluasi pada praktisi untuk meningkatkan kesehatan mental”.
Angkringan yang dilaksanakan secara hibrida ini dihadiri oleh berbagai kalangan yang tertarik dengan isu-isu kesehatan mental dan budaya. Dimoderatori oleh Faiqal Dima Hanif, sesi Angkringan CICP ke-13 berlangsung dengan sangat baik. Antusias peserta di ruang diskusi secara luring maupun daring terlihat saat sesi penyampaian materi dan sesi tanya jawab.