
Kamis (26/06) lalu, Center for Indigenous and Cultural Psychology (CICP) UGM menyelenggarakan “Angkringan” ke-23 bertajuk “Exploration of Ethnic Identity and the Meaning of Moke”. Angkringan kali ini merupakan serial dari rangkaian pre-Summer Course 2025. CICP menghadirkan narasumber yang merupakan peneliti mengenai ‘Moke’, yaitu Dr. Indra Yohanes Kiling dan Gracia Ida, dimoderatori oleh Asisten CICP Della Rovita Ndoen.
Moke merupakan minuman beralkohol tradisional masyarakat Sikka, Nusa Tenggara Timur. Moke terbuat dari gula aren yang diolah melalui proses penyulingan. Moke bagi masyarakat Sikka tidak hanya sekedar minuman, namun menjadi simbol budaya dan berperan penting dalam tradisi sosial dan keagamaan masyarakat.
Sesi angkringan diawali dengan pengenalan Moke dan penelitian terkait oleh Dr. Indra. Penelitian mengenai Moke dilakukan oleh Ida, Dr. Indra, dan dua rekan lainnya. Penggalian informasi mengenai moke dilakukan dengan mix-method, melibatkan metode survey dan Participatory Video Research (PVR). Informasi lebih lanjut mengenai penelitian ini dapat dibaca melalui link berikut.
Moke, di tengah kemajuan teknologi, perlu dilestarikan guna mewarisi budaya. “Kehadiran moke pada masyarakat Sikka menunjukkan indahnya keberagaman budaya, dan perlu dirawat” imbuh Dr. Indra. Beliau tetap mengakui bahwa minuman moke memiliki risiko tertentu, akan tetapi sebagai peneliti, pentingnya netralitas dan upaya strategis dalam menyampaikan makna moke secara filosofis untuk melestarikan budaya di Indonesia. Ini diakui oleh salah satu partisipan dalam sesi diskusi menyampaikan bahwa “Makna moke bagi kami, orang Maumere (Ibu kota Kabupaten Sikka), itu mempererat kekerabatan dan kekeluargaan, dalam keseharian maupun acara adat juga”.
Penjelasan mengenai moke juga diceritakan oleh Ida sebagai peneliti utama. Beliau memberikan visualisasi video, yang menjadi salah satu temuan penelitian, yang menunjukkan bahwa minuman moke dapat diwarisi melalui anak muda. Moke, bagi masyarakat Sikka dapat menjadi fasilitas relasional untuk membangun pertemanan bagi pemuda Sikka. Pada sisi lain, moke dapat menjadi identitas masyarakat Sikka saat berada di luar daerah. Ida menyampaikan bahwa “Moke tidak hanya menghibur, tapi penyatu mereka (masyarakat Sikka). Di luar kota, seperti di Kupang, masyarakat Sikka dikenal sebagai komunitas yang familiar meminum moke dan mereka bangga dengan identitas tersebut.”
Sesi angkringan kali ini meningkatkan kesadaran peserta tentang keunikan dan keragaman budaya Indonesia. Hal ini terlihat dalam keaktifan peserta selama diskusi berlangsung. Peserta menyampaikan bahwa sesi diskusi ini memberikan ide-ide baru bagi peneliti muda mengenai identitas sosial dan budaya Indonesia.
Setelah sesi diskusi mengenai moke, tanggapan diberikan oleh Prof. Irmawati Suprapto dari Konsorsium Psikokultural Indonesia (KPI). Beliau mengapresiasi penelitian yang sudah dipresentasikan pada sesi angkringan. Sambutan dari beliau juga mempertegas kolaborasi KPI dengan CICP sekaligus promosi International Summer Course yang akan dilaksanakan CICP pada bulan Juli mendatang. Terakhir, rangkaian angkringan ini ditutup dengan sesi dokumentasi.
*informasi mengenai Summer Course dapat dilihat melalui link berikut ini.