Hubungan emosional (asih) dan karakter yang baik (asah) rupanya menjadi faktor utama kepercayaan anak terhadap orang tua. Temuan tersebut mendukung pentingnya sosialisasi penerapan asih, asah, dan asuh di dalam keluarga untuk mencapai kesejahteraan keluarga.
Policy Brief
Fenomena terkait ketidaksesuaian pilihan karir pemuda dengan jurusan yang dipilih semasa kuliah menimbulkan pertanyaan tentang gambaran aspirasi pelajar Indonesia. Pelajar, baik dengan latar belakang keluarga status sosioekonomi rendah maupun menengah, memiliki aspirasi di bidang keterampilan profesional (vokasional), dan tidak tertarik dengan bidang kewirausahaan. Alasan aspirasi tersebut terkait dengan pemenuhan diri, baik oleh pelajar dengan latar belakang sosioekonomi keluarga rendah (29,44%) maupun sosioekonomi keluarga menengah (29,03%). Alasan finansial justru bukan menjadi alasan yaitu hanya sebesar 3,23% pada kedua kelompok. Walau demikian, keluarga tetaplah merupakan sumber dukungan utama terhadap aspirasi pelajar. Oleh karena itu, pembentukan panduan dan program yang melibatkan orangtua perlu dipertimbangkan dalam suatu rekomendasi kebijakan.
Permendikbud RI No. 22 tahun 2016 atau revisi dari Permendikbud RI No. 65 tahun 2013 dianggap sebagai langkah progresif dari pemerintah dalam menghasilkan regulasi terkait standar pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah. Meskipun demikian, hal yang tampaknya belum tegas disebutkan oleh pemerintah adalah posisi keluarga dalam mendukung proses pembelajaran di tingkat Sekolah Menengah. Sedangkan, berdasarkan hasil penelitian dari CICP UGM menemukan bahwa keluarga merupakan sumber kebahagiaan remaja yaitu sebesar 35% dan pemberi dukungan emosional terhadap pencapaian akademik mereka.
Kecerdasan emosional ternyata dapat mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perundungan. Hal ini menjustifikasi pentingnya buddy program untuk mengembangkan empati, salah satu aspek penting kecerdasan emosional – untuk diintegrasikan dalam program anti perundungan.