Kampus seharusnya dapat menjadi salah satu lingkungan yang dapat memahami kondisi mental mahasiswa, karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk kegiatan pendidikannya. Perlu meningkatkan interaksi yang asertif antara mahasiswa dengan dosen maupun tenaga pendidik untuk membentuk lingkungan kampus yang sehat dan aware terhadap kesehatan mental.
Policy Brief
Penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling berisiko dalam bencana yang berpotensi menjadi korban meninggal empat kali lebih tinggi daripada masyarakat umum (UNDRR, 2014). Penelitian – penelitian terdahulu menunjukkan dampak bencana terhadap penyandang disabilitas di Indonesia, antara lain kematian, dampak psikologis yang berkelanjutan akibat trauma dan kehilangan harta benda atau tempat tinggal.
Permendikbud RI No. 22 tahun 2016 mendorong agar siswa mampu untuk menghasilkan karya yang berbasis pemecahan masalah, kemudian hal ini diperkuat dengan rancangan kebijakan dari Mendikbud RI 2019 mendorong kemerdekaan pihak sekolah untuk mengoptimalkan potensi yang ada. Dengan begitu, diprediksi di masa mendatang setiap sekolah akan cenderung optimal pada bidang tertentu sehingga untuk memperoleh karya yang bersifat solutif dan terintegratif dibutuhkan kemampuan kolaborasi. Kolaborasi antar siswa yang berasal dari sekolah berbeda merupakan kegiatan yang masih belum lazim ditemui di Indonesia. Mayoritas kegiatan yang mempertemukan sekolah berbeda cenderung berorientasi pada kompetisi. Padahal, kegiatan yang bersifat kolaboratif juga perlu untuk diinisiasi. Elemen yang mendukung tercapainya kolaborasi adalah adanya rasa percaya antar individu yang terlibat (Mitchell, Ripley, Adams, & Raju, 2011), sedangkan untuk meningkatkan rasa percaya tersebut terdapat tiga faktor yakni faktor situasional, internal, dan kualitas orang asing (CICP UGM).
Dukungan emosional yang tidak maksimal kepada anak sering kali berdampak pada menurunnya prestasi akademik maupun non-akademik. Penelitian yang dilakukan Center for Indigenous and Cultural Psychology (CICP) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menemukan bahwa dukungan emosional merupakan bentuk dukungan tertinggi bagi siswa, baik terhadap prestasi akademik (70%) maupun non-akademik (60,9%), dengan sumber dukungan tertinggi dari orang tua, baik akademik (82,8%) maupun non-akademik (65,2%). Selain temuan tersebut, policy brief ini juga menjelaskan berbagai bentuk dukungan maupun pihak pendukung, serta pentingnya parent meeting yang melibatkan wali siswa dan sekolah untuk memenuhi kebutuhan emosional siswa